Inspiratips - Saya yakin, setiap anak di dunia ini ingin tumbuh besar dan bahagia bersama kedua orang tuanya. Main bareng, makan bareng, jalan-jalan bareng, dan segala macam aktkvitas yang membahagiakan dengan orang tua sebagai proses pendidikan yang utama di keluarga.
Sayangnya, tidak semua anak bisa mendapatkan kondisi yang serupa. Sebagian anak mungkin dilabeli sebagai anak broken home, yang disebabkan karena orang tuanya meninggal dunia, ditinggal merantau jauh, atau bahkan masalah lain yang menjadikan rumah tangga menjadi retak dan akhirnya bercerai.
Apapun alasannya, perceraian merupakan satu kondisi yang sangat tidak diharapkan oleh anak. Keluarga menjadi tidak utuh, dan berujung pada hilangnya kasih sayang. Alhasil, kondisi yang demikian tak jarang membuat kondisi si anak menjadi terpuruk, depresi, atau masalah lainnya yang menyangkut moralitas.
Jangan jadikan Broken Home sebagai alasan untuk jatuh
Sahabat sekalian, sebagai makhluk yang diberikan kemampuan berpikir (kontemplasi), kita diharapkan untuk senantiasa mengambil sebuah hikmah dalam kondisi apapun, termasuk kondisi broken home sekalipun. Meski pahit, broken home bukanlah akhir dari segalanya. Temukan caranya untuk bangkit.
Aku sendiri, sewaktu kecil dulu bisa dibilang anak broken home; orang tuaku bercerai. Dengan kondisi itu, aku sudah cukup dilabeli anak yang kurang kasih sayang. Memang benar adanya. Dari kondisi yang tidak kuinginkan itu, akhirnya aku melampiaskan semuanya dengan kenakalan, demi agar mendapatkan perhatian.
Tentu saja itu tidak baik. Tetapi, seiring berjalannya waktu, aku sadar satu hal. Bahwa, yang menentukan bahagia atau tidaknya masa depanku adalah diriku sendiri, bukan orang lain. Maka, dengan tekad yang kuat, saat itu tak lagi menjadikan rusaknya kekeluargaanku sebagai alasanku untuk jatuh; karena aku berhak sukses apapun latar belakangku.
Bagaimana caraku lepas dari keterpurukan?
Sahabat sekalian, saat itu teknologi informasi tidak semasif sekarang. Hal mana, saat ini jika kita memiliki masalah keluarga, asmara, problem personal, dan sebagainya, kita bisa dengan mudah mencari jawabannya. Salah satu cara paling efektifnya, yaitu dengan konseling para psikolog hebat di platform Riliv. Di sana, banyak pakar hebat yang siap memberikan pencerahan, apapun masalah kita.
Berdasarkan pengalaman pribadiku, ada beberapa hal yang saya lakukan sehingga bisa lepas dari keterpurukan broken home. Baiklah, aku akan membagikannya kepada khalayak, semoga bisa membantu.
Memilih teman-teman yang tepat
Para pembaca yang budiman, di tengah kemelut keluarga yang hancur, jangan prustasi, masih ada teman yang bisa kita andalkan. Tentunya, teman yang kumaksud di sini adalah teman yang baik, dan yang bisa menjadikan kita lebih baik. Bersama temanlah aku menghabiskan banyak waktuku, mengembangkan diri, dan tumbuh dewasa.
Saat kita masih duduk di bangku sekolah, bertemanlah dengan mereka yang rajin serta berprestasi. Ini penting! Harapannya, dengan pertemanan itu, kita akan disibukkan dengan prestasi, bukan masalah yang ada. Namun tentu saja, saat menerapkan pola ini, kita pun harus menunjukkan bahwa kita layak berteman dengan mereka, si genius.
Sibukkan diri melakukan hal-hal positif
Ketika masalah hadir, banyak orang yang justru melampiaskan dengan melakukan hal-hal yang negatif. Pun aku pernah seperti itu dulu. Namun seiring bertambah kesadaranku, aku lebih memilih melakukan aktivitas positif hingga aku lupa dengan segala permasalahanku.
Pada dasarnya, masalah memiliki sifat menganggu pikiran dan jiwa. Untuk itu, jangan biarkan keadaan itu menjadi wajar, kita perlu melawan. Saat muncul pikiran untuk bolos sekolah, lawanlah. Saat muncul pikiran ingin merusak diri, lawanlah. Lalu alihkanlah dengan kegiatan yang lebih baik; sebuah kegiatan yang menumbuhkan prestasi hingga kita lupa pernah punya masalah.
Maafkanlah apa yang terjadi
Hal paling penting yang bisa melepaskan belenggu masalah, yaitu dengan memaafkannya. Jika kita punya masalah yang disebabkan karena perceraian, maafkanlah kondisi itu, pun maafkanlah kedua orang tua kita. Terimalah keadaan dengan lapang dada. Dengan demikian, kita tidak akan pernah silau dengan kehidupan orang lain yang lebih indah dari kita.
Setelah memaafkan, tanamkan pikiran positif dalam benak kita, bahwa setiap masalah yang terjadi adalah proses pendewasaan. Yakinlah, seberat apapun masalah kita, sebesar itu pula kita akan menjadi lebih hebat. Aku sendiri pernah membuktikan hal itu, kita hanya perlu yakin dan berusaha mengubahnya.
Sahabat sekalian, demikianlah sedikit pengalaman pribadiku yang bisa kuceritakan. Saat ini, masalah itu sudah tertinggal jauh di belakangku. Dan aku, semakin berada di depan menjadi pribadi yang lebih hebat, sebagai seorang guru dan pengusaha.
Sahabat, ada banyak cara untuk lepas dari belenggu masalah. Selain dari tiga hal yang kuceritakan di atas, kini kamu bisa memanfaatkan Riliv sebagai platform konseling psikologi terbaik di Indonesia. Caranya cukup mudah, kamu cukup download aplikasi Riliv di Playstore.
Dengan aplikasi Riliv ini, kamu bisa mencurahkan apapun masalahmu kepada para psikolog profesional. Masalah asmara, keluarga, karir, pekerjaan, dan lain sebagainya. Kamu bisa memilih, ingin bercerita dengan narasi teks, via telepon, atau melalui panggilan video dengan psikolog pilihan kamu untuk mendapatkan solusi dan jalan keluarnya. Yukk install aplikasi Riliv sekarang juga!
-------
Ditulis oleh Rozak Al-Maftuhin
Guru, blogger, dan pengusaha.
Di masa pandemi ini, anak-anak harus dibuatkan program harian agar setiap waktunya produktif, tidak sekedar jadi kaum rebahan saja.
ReplyDeletesemboyan jangan semangat, tetap rebahan cocok bagi mereka yang telah sukses.
Apa kaitannya dengan artikel saya, Mas? :D
DeleteKadang yang bikin prihatin, di rumah sudah kurang kasih sayang, eh di luar rumah malah dikucilkan. Mari semuanya, menjadi orang yang baik dan menjadikan orang lain menjadi lebih baik. Mereka yang broken home juga pantas dimanusiakan.
ReplyDeleteBenar, Mas. Saya setuju. Lingkungan turut membentuk kepribadian anak. Maka alangkah baiknya jika kita support, bukan malah menjatuhkan.
Delete