Sore itu, suasana rumah menjadi lengang.
Aku yang baru pulang dari tempat kerja, hanya bisa terdiam ketika Arin mengatakan persediaan beras di rumah sudah habis. Bahkan, sebutir telur pun tidak ada untuk kami makan malam. Sebagai seorang suami, aku hanya bisa menghiburnya dengan sebuah nasihat tentang sabar, sembari menyembunyikan kesedihan di balik senyumku.
Arin saat itu tengah hamil enam bulan. Kehamilan pertama. Di dalam dirinya, ada darah daging kami. Maka aku tak bisa menahan rasa berdosaku. Bukankah seharusnya ibu hamil perlu banyak nutrisi untuk kesehatan ibu dan janinnya? Tapi aku justru menimpalinya dengan beban berat. Sudah tiga hari kami berhemat makan, uang, bahkan penggunaan listrik di rumah.
“Abang, kapan uang dari Blog kita cair?” Tanya Arin
“Belum tahu Neng. Mungkin masih awal bulan.”
Saat itu masih tanggal 17. Itu artinya, gajiku sebagai seorang guru baru bisa kuterima dua mingguan lagi. Istriku tahu betul, bahwa rupiah yang masih bisa diharapkan ialah dari beberapa jasa Blog kami. Tapi sama saja, terkadang perusahaan yang menjalin kerjasama blog dengan kami pun kerap kali molor membayar hak kami.
“Apa Abang pinjam uang dulu ke Rifa’i?”
“Jangan, Abang! Bukankah kita sudah bersepakat untuk tidak menerapkan istilah berhutang di rumah tangga kita.”
Arin benar. Semenjak hari pertama menikah, istriku mengajukan permintaan itu.Tidak boleh berhutang. Dan aku meng-iya-kannya, berkomitmen atas ucapanku. Maka sudah menjadi hak-nya untuk menagih komitmenku. Meskipun itu Rifai, salah seorang sahabat dekatku. Berhutang tetap tidak boleh.
Baca juga : Peluang Bisnis Untuk Mahasiswa, Tanpa Modal Untung Melimpah
Aku menatapnya penuh tanda tanya. Seolah tatapan mataku mengisyaratkan lalu kita mau makan apa Neng?
“Kalau memang gaji Abang masih dua minggu lagi. Juga jasa Blog yang belum tahu kapan cairnya, Abang boleh jual mas kawin pernikahan kita!”
“Tidak, Neng. Abang tidak akan lakukan itu!” Tentu saja, itu solusi yang konyol bagiku. Aku menolaknya.
“Setidaknya, ini lebih baik daripada berhutang, Abang.”
“Tidak, Neng. Pasti ada jalan keluar lainnya.”
Di tengah kemelut percakapanku dengan Arin, tiba-tiba suara bel rumah kami berbunyi. Disusul lantunan salam sedetik kemudian.
Aku menatap wajah Arin. Memberikan isyarat untuk menemui si pemencet bel. Wajahku masih lusuh sepulang dari tempat kerja. Aku masih perlu berganti baju, atau setidaknya cuci muka.
Begitu aku keluar dari kamar mandi, Arin sudah menutup pintuh rumah. Di tangannya, ia sedang membawa bungkusan. Apa itu?
“Siapa, Neng?” tanyaku.
“Bu Sri, Abang. Blok C-3.”
“Itu apa?” aku menunjuk bungkusan yang dipegangnya.
“Alhamdulillah, Abang. Malam ini kita bisa makan enak. Abang pasti suka. Hemm, aroma Gule Kambingnya sudah tercium.” jawab Arin dengan sumringah. “Ini makanan dari Bu Sri, dalam rangka Akikah-an cucu pertamanya yang seminggu lalu baru lahir.” imbuhnya.
Aku hanya terdiam.
Yaa Allah, inikah cara-Mu menyayangiku? Dengan mengirim perempuan sholihah tuk menjadi pendamping hidupku. Yaa Allah, berikanlah kemampuan padaku untuk menjadi suami terbaik, suami yang bisa membahagiakannya, di dunia dan akhirat.
*****
Esok harinya, aku dan Arin mendaras al-Quran sedari subuh hingga fajar terbit.
Biasanya, Arin sudah berkutat di dapur. Menyiapkan makanan untuk kami sarapan. Tapi pagi itu tidak ada yang perlu disiapkan. Makanan dari Bu Sri semalam masih ada. Porsinya terlalu banyak untuk kami habiskan berdua. Alhamdulillah, masih bisa untuk sarapan.
“Neng.”
“Dalem, Abang.”
“Nanti siang mau makan apa?”
“Neng akan makan, sebagaimana yang Abang makan.” dalam situasi seperti ini, Arin bahkan masih bisa bersajaha seperti ini.
“Baiklah, Neng. Pagi ini, sebelum Abang berangkat mengajar, kita beli ayam bakar kesukaan Eneng di Bu Piyatun, yuk! Untuk makan nanti siang.”
Arin menatapku heran. Uangnya?
“Iblogmarket sudah cair sayang untuk dua blog.”
Mendengar kabar ini, seketika wajah Arin berubah cerah. Matanya berbinar. Apa yang Arin katakan terwujud. Ia akan makan siang sebagaimana yang aku makan: Ayam Bakar ala Bu Piyatun.
Baca juga : Strategi Bisnis Paling Jitu ala Utsman bin Affan
Arin tidak menanyakan berapa nominal yang cair dari Iblogmarket, karena Arin sudah tahu itu. Dia bukan hanya istriku, tapi juga partner ngeblog bersama. Sebaliknya, Arin kembali mengajukan permintaan padaku.
“Setengah dari uang ini, Abang infaqkan ya!”
Jika dirinci, tiga bulan dari sekarang, kebutuhan kami akan bertambah banyak. Arin akan melahirkan, dan disusul akikahan. Belum lagi biaya wisuda. Lalu, bulan Februari tahun 2018 nanti, kami harus memperpanjang sewa kontrak rumah.
“Apa tidak sebaiknya ditabung untuk keperluan awal tahun, Neng?”
“Justru infaq ini cara terbaik kita untuk menabung, Abang!” Arin memperbaiki posisi duduknya; bersila kemudian mendekap kedua tanganku. “Jika kita menabung di celengan, nominal uang kita akan tetap sama. Tetapi, jika Abang menabung dengan infaq, Allah akan berikan cashback yang tidak terduga. Setidaknya, cashback itu berupa keberkahan. Bukan begitu, Abang?”
“Baiklah, Neng. Abang setuju.”
Aku sangat berterima kasih kepada Arin. Apa yang ia katakan benar. Terkadang, sebagai manusia kita terlalu matematis dalam berhitung. Hingga lupa, bahwa Allah memiliki perhitungan yang berbeda. Termasuk semboyan ‘hemat pangkal kaya’, bagi muslim seharusnya semboyan itu tidak rasional. Karena hemat hanyalah tentang ‘menyimpan’. Hal mana seharusnya semboyan itu diganti ‘sedekah pangkal kaya’, karena sedekah bukan tentang menyimpan, akan tetapi menanam. Dengan menanam, tanaman yang awalnya kecil akan menumbuhkan buah yang lebat. Itulah bentuk investasi terbaik.
*****
Bulan Desember, tahun 2017.
Ekonomi keluarga kami semakin membaik. Para sponsor blog lebih ontime dalam menyalurkan hak kami. Setidaknya, kami tidak lagi bingung, besok ingin makan apa. Dengan kondisi kehamilan Arin yang semakin besar, aku bisa memenuhi kebutuhan nutrisinya. Istriku tak harus berpuasa lagi karena stok makanan di rumah kosong.
Hanya saja, beberapa waktu lalu, keadaan yang tidak pernah kami duga datang. Kakakku diterpa musibah. Ia mengalami kecelakaan tunggal di Semarang. Maka, atas izin Arin, aku menghabiskan sebagian besar uang di tabungan untuk biaya pengobatan kakak.
Sebagai guru di sekolah swasta, bisa dikatakan gajiku tidak terlalu banyak untuk mewujudkan semua planning kami. Maka dari itu, aku berupaya menambah penghasilanku dari ngeblog. Dan aku bersyukur, Arin turut membantuku mengelola puluhan blog.
Baca juga : Ide Bisnis Unik : Agen PPOB Modal Kecil Untung Besar
Semenjak Arin hamil muda, aku sudah memintanya untuk cuti mengajar, mengingat lokasi sekolah yang jauh dari rumah. Tetapi sekolah tidak mengizinkannya. Jika ingin cuti mengajar, itu artinya resign kerja. Tidak apa, Arin akhirnya memilih untuk resign.
“Jangan capek-capek, Neng. Luangkan lebih banyak waktu untuk istirahat.”
“Ngeblog tidak membuatku capek, Abang. Justru aku senang. Coba tidak ada aktivitas ngeblog, bosan sekali di rumah kalau hanya menunggu Abang pulang kerja.”
Jawaban Arin membuatku gembira. Itu artinya, ia sama sekali tidak terbebani mengelola puluhan blog, beserta lalu lintas sponsorship.
Di rumah, Arin selalu menunggu kepulanganku dari sekolah. Entah mengapa, telinganya begitu peka mengenali suara motorku. Belum tiba motorku di depan gerbang, Arin sudah lebih dahulu membuka gerbang rumah. Lalu menyapa ramah, “Selamat datang, Abang tersayang.”
Setelah Aku memarkirkan motor, ia mencium hangat punggung telapak tanganku, disusul pipiku kanan-kiri. Kami berjalan ke dalam rumah bergandengan erat. Tetangga rumah yang kebetulan sering melihat kebiasaan kami selalu bersuit-suit, “Ehem manten baru, rek.” Lalu kujawab, “Oyi, selamanya akan jadi manten baru.” Arin mencubitku, malu.
“Neng, tadi ada e-mail masuk, ada orang yang mau membeli salah satu blog kita.”
“Dari siapa, Abang?”
“Dari profil dan bahasanya sih, dia orang luar negeri.”
“Blog yang mana, Abang?”
“Lifequartz.com”
“Lalu, abang mau menjualnya?”
“Abang belum memberi keputusan sih, Neng. Takutnya itu penipuan.”
“Sudah Abang pastikan?”
“Katanya, dia mau beli blog kita yang lifequartz.com itu seharga 600 USD.”
“Ya alhamdulillah Abang kalau memang laku segitu. Toh kita belinya dulu hanya 110 ribu kan?”
“Iya sih, Neng.”
Malam harinya, seusai makan malam, Arin kembali membahas topik penjualan blog.
Kata Arin, orang misterius yang tetiba ingin membeli salah satu blog kami, mungkin orang itu sengaja dikirim oleh Allah. Arin memintaku menghitung, jika benar transaksi 600 USD itu benar terjadi, maka kebutuhan awal tahun kami bisa terpenuhi. Karena, pintu rezeki Allah siapa yang tahu? Terkadang dari hal-hal tidak terduga atau misterius macam ini. Coba bayangkan, di mana rasionalnya ada orang yang tidak kenal kami, lalu ingin membeli satu dari triliyunan blog yang ada di dunia, yang kebetulan lifequartz.com adalah blog milik kami.
“Abang, kerap kali Allah mengirimkan sinyal pertolongan kepada hamba-Nya. Hanya saja banyak dari mereka yang tidak segera mengambil sinyal itu.”
“Iya sih, Neng. Baiklah, besok Abang coba perjelas lagi kepada orang misterius itu.”
*****
Kawan, kisah yang kutulis ini bukanlah omong kosong. Pengalaman hidup ini, kami sungguh mengalami. Awal tahun 2018, kami benar-benar merasakan apa yang tertuang pada QS. At-Talaq ayat 3. Dan Allah memberi rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.
Kami tidak pernah menyangka, bahwa orang misterius ini benar-benar akan membeli blog kami. Saat itu, harga 600 USD sudah sangat fantastis bagi kami. Nominal itu sudah cukup untuk menjawab semua kebutuhan awal tahun kami. Aku menyepakati harga itu. Tetapi keajaiban berkata lain, kian mengejutkan kami.
Umumnya, pembeli kerap kali menawar harga, tetapi tidak untuk satu ini. Orang misterius itu justru membalas pesanku, dengan sebuah kesepakatan baru, bahwa ia akan membeli blog lifequartz.com kami seharga 1.000 USD.
Baca juga : Bisnis Model Canvas, Analisa Bisnis Paling Work
Arin benar, Allah selalu mengirimkan sinyal pertolongan kepada setiap hamba-Nya. Aku yakin itu. Maka, tugas kita sebagai seorang hamba ialah mengambil sinyal itu, lalu mengejawantahkan dengan potensi dan kemampuan yang kita miliki. Sebagai hamba Tuhan yang Maha Penyayang lagi Maha Kaya, tak sepatutnya bagi kita menyerah dan berputus asa dari rahmat-Nya. Karena Allah, senantiasa membersamai hamba-Nya.
Transaksi penjualan blog berlangsung ketika aku di sekolah. Begitu 1.000 USD masuk ke rekening Paypalku, aku lekas mengirim pesan ke Arin di rumah.
“Neng, terima kasih. Investasi kita kepada Allah, sukses.”
“Alhamdulillah, Abang. Kalau begitu Eneng minta 10 dollar ya!” balas Arin.
“Untuk apa, Neng?”
“Beli ayam bakar Bu Piyatun, untuk Bu Sri.”
“Berangkat, Neng. Nanti malam ya!”
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Profil Penulis
ROZAK AL-MAFTUHIN, seorang Ayah yang penuh waktu untuk keluarga kecilnya. Penulis merupakan alumnus S1 Ilmu Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang. Saat ini penulis aktif di organisasi kepemudaan dan sosial. Satu tekad yang tak pernah pudar, ialah melakukan gerakan transformasi sosial (profetik).
Hingga awal tahun 2021 ini, penulis sudah menerbitkan empat buku: Bintang di Bukit Cadas (2018), Ahhaaa, Aku Tahu! (2019), Bahagia Itu Sederhana Banget (2020), dan Jangan Menyerah, Ada Allah (2021). Disela aktivitas menulis, Penulis juga mengelola unit bisnis di bidang Digital Advertising. Perlu diketahui, penulis sempat punya impian menjadi penggembala kambing, tapi kandas. Penulis juga sempat mencoba peruntungan menjadi pelawak, tapi gagal; lawakannya garing sangat.
Korespondensi:
IG: @Kun_Rozak | Email: adrozak22@gmail.com | Whatsapp: 083853779005 (Semoga 10 tahun lagi masih aktif)
Post a Comment for "Kisah Menggugah Jiwa: Apapun Masalahmu, Tuhan Tidak Pernah Telat Memberikan Pertolongan"
Komentar yang anda kirim akan dimoderasi guna menghindari Spam. Terima kasih telah berkunjung.