Source: Pixabay |
Pagi itu, jam dinding di kelas XII MIPA SMA Karya sudah menunjukkan pukul 7.00 WIB, disusul dengan bunyi bel sebagai tanda pelajaran pertama segera dimulai. Pak Bakri, guru biologi beranjak dari kantor menuju kelas dengan senyum yang cerah, membawa semangat penuh harapan.
Seperti biasa, Pak Bakri melakukan rutinitasnya membuka pelajaran dengan berdoa, dilanjutkan presensi, motivasi, serta pengantar pelajaran biologi. 30 menit berlalu, suara tok tok pintu berbunyi. Dimas, siswa baru dari mutasi memasuki kelas. Pak Bakri menyapa ramah. Pak Bakri lantas mempersilahkan Dimas memperkenalkan nama sekalian, berhubung saat itu hari pertamanya di SMA Karya.
Sesudah memperkenalkan dirinya, siswa di kelas dipersilahkan bertanya apapun kepada Dimas, tentu seputar dirinya secara umum, bukan privasi. Namun, tidak ada satupun pertanyaan yang dilayangkan kepada Dimas.
“Kalau begitu, saya yang akan bertanya, Pak!” kata Dimas. Pak Bakri menatapnya, sedikit heran. “Apa yang kau tanyakan, wahai Anakku?” jawab Pak Bakri. Bermula dari pertanyaan Dimas, berubalah kelas menjadi diskusi.
Dimas : "Jika memang benar para guru adalah orang-orang yang pintar, mengapa bukan para guru yang menjadi presiden, pengusaha sukses, dan orang-orang kaya raya itu?”
Pak Bakri tersenyum, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, ia menuju kantor, lalu kembali lagi ke kelas membawa sebuah timbangan. Tentu, seisi kelas bertanya, untuk apa? Pak Bakri lalu meletakkan timbangan tersebut di atas meja, dan berkata :
Pak Bakri: "Anakku, ini adalah sebuah timbangan yang biasa digunakan untuk mengukur berat emas dengan kapasitas hingga 5000 gram. Tahukah engkau, berapa harga emas seberat itu?"
Baca juga: Inspiratif: Ketika Murid Seisi Kelas Menertawakan Sang Guru
Dimas mengernyitkan keningnya, menghitung dengan cermat lalu ia mejawab:
Dimas: "Jika harga satu gram emas seharga 900 ribu rupiah, maka 5000 gram akan setara dengan 4.5 miliar rupiah."
Pak Bakri: "Baiklah anakku, sekarang coba bayangkan seandainya ada seseorang yang datang kepadamu membawa timbangan ini dan ingin menjualnya seharga emas 5000 gram, adakah yang bersedia membelinya?"
Dimas berkata : "Timbangan emas tidak lebih berharga dari emasnya, saya bisa mendapatkan timbangan tersebut dengan harga dibawah dua juta rupiah, mengapa harus membayar sampai miliaran rupiah"
Pak Bakri: "Nah Anakku, kini kau sudah mendapatkan pelajaran, bahwa kalian para siswa itu seperti emas, dan kami para guru adalah timbangan akan bobot prestasimu. Kalianlah yang seharusnya menjadi perhiasan dunia ini, dan biarkan kami tetap menjadi timbangan yang akurat dan presisi untuk mengukur kadar kemajuanmu. "
"Satu lagi pertanyaanku. Nak Dimas, jika ada ada seseorang datang kepadamu membawa sebongkah berlian di tangan kanannya dan seember keringat di tangan kirinya, kemudian orang itu berkata:
"Di tangan kiriku ada keringat yang telah aku keluarkan untuk menemukan sebongkah berlian yang ada di tangan kananku ini, tanpa keringat ini tidak akan ada berlian, maka belilah keringat ini dengan harga yang sama dengan harga berlian. Apakah ada yang mau membeli keringatnya?"
"Tentu tidak." Jawab Dimas.
Baca juga: Khabib, Petarung Sejati yang Berbakti pada Orang Tua
"Benar sekali, Nak. Orang hanya akan membeli berliannya dan mengabaikan keringatnya. Biarlah kami, para guru menjadi keringat itu, dan kalianlah yang menjadi berliannya."
Mendengar jawaban Pak Bakri, Dimas sontak menangis, ia memeluk sang guru dan berkata:
"Wahai guru, betapa mulia dan ikhlasnya hatimu, dan betapa ikhlasnya kalian. Terima kasih. Kami tidak akan bisa melupakanmu, karena dalam setiap kemajuan kami, setiap kilau berlian kami, ada tetes keringatmu."
Pak Bakri berkata: "Biarlah keringat itu menguap, mengangkasa menuju alam hakiki di sisi ilahi rabbi, karena hakikat akhirat lebih mulia dari segala pernak-pernik di dunia ini."
Terima kasih Guru! Tanpamu, kami tiada artinya.
*****************
Ditulis ulang dari sumber Inspiring ID
Luar biasa guru
ReplyDelete